Hello. Sebagai pengingat agar tak lupa hari, cuma mau mengingatkan kalau sekarang hari Senin. Dan sebagai topik malam ini, aku ingin bercerita tentang lika-liku sebelum kuliah.
Jadi, sebagai pembukaan, aku lahir pada Desember 1999, dan menjadikanku sangat tua di antara keluargaku. Ya, aku anak sulung dari empat bersaudara. Ibuku tidak bekerja, dan ayahku hanya wiraswasta biasa. Aku punya adik perempuan yang dua tahun tepat di bawahku dan selebihnya laki-laki. Ada bagian penting yang akan kuceritakan mengenai ini, tapi kita beralih ke kehidupanku dulu.
Aku memulai sekolah di TK Asyiah dan SD 081232. Pada saat itu, sekitar tahun 2005, SD 081232 menjadi SD favorit di Sibolga. Dan terlebih lagi, aku masuk di kelas B yang pada saat itu merupakan kelas dengan murid favorit pula (menurutku). Walaupun banyak juga SD yang favorit seperti SD Kota Baringin, SD 5, tapi yah menurutku yang paling dekat dengan rumahku ya di SD itu. Mungkin tidak sampai sepuluh menit jika menggunakan sepeda motor.
Aku merupakan salah satu murid favorit di kelas. Selain memiliki paras yang cantik (walaupun aku tidak pernah menyetujuinya), aku juga merupakan tiga teratas di kelas. Dari kelas 1 - 2 SD aku berada di peringkat tiga, dan dari kelas tiga sejak aku menjadi sekretaris tetap di kelas, aku bergeser ke peringkat dua. Dan hingga tamat, aku tidak pernah bisa menyaingin Rahmi, sang juara satu di kelas. Tapi aku selalu mengakui kepintarannya, terlebih lagi karena dia juga sangat baik padaku.
Oke, mungkin jika kuceritakan peliknya masa SDku takkan ada habisnya, apalagi pada saat insiden aku diejek karena ayahku preman. Padahal kan ayahku orang baik.
Beralih ke cerita berikutnya, aku mendapat nilai bagus pada saat UN dan saat itu ibuku ingin sekali aku masuk unggulan pemko, di SMP Negeri 2 Sibolga. Agar biaya sekolah dan baju juga ditanggung pemerintah. Sayangnya, aku tidak lulus. Padahal pada saat ujian aku berusaha sungguh-sungguh, aku tidak tahu salahku di psikotes, atau kesemaptaan, padahal nilai ujianku bagus. Dan pada saat pengumuman, aku berada di Warnet dalam keadaan hujan dan sedang main Point Blank.
Oke jadi biar aku ceritakan bagian ini, dulu ibuku mempunyai pekerjaan. Ibuku seorang juragan minyak dan aku selalu membantu ibuku, penghasilannya juga lumayan, bahkan warnet di samping kedai minyak itu selalu kukunjungi. Sayangnya, itu tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba perusahaan minyak tidak dipakai lagi, orang-orang sudah menggunakan kompor gas, dan akhirnya kedai kami tutup. Aku benar-benar sedih karena aku juga tidak bisa mendapat jajan seperti sebanyak sebelumnya.
Jadi, sejak ke warnet aku kenal banyak sekali teman, terutama laki-laki. Mereka mengajari dan mendaftarkan akun point blankku. Aku benar-benar cepat belajar, dan pada saat itu juga musim WWE, dan aku benar-benar suka Smackdown. Aku dan adikku sama-sama memiliki jagoan, yaitu Micki James. Ya sudah lupakan itu, kembali ke masa SMP.
Setelah ibuku tahu aku tidak lulus, kami langsung mendaftar ke SMP Negeri 3 Sibolga. Beruntungnya, unggulan sekolah masih terbuka. Namanya International Class. Setelah melalui beberapa tahap yang sama, dari ujian hingga kesemaptaan, aku berhasil lulus. Alhamdulillah. Aku bersyukur akan itu. Di kelasku, orang-orangnya sangat pintar, dan sebagian anak orang kaya. Di jaman aku dulu, pembayaran uang sekolah berdasarkan penghasilan orang tua atau seikhlasnya, jadi yang tergolong menengah ke atas membayar sekolah seratus ribu ke atas.
Karena terpengaruh lingkungan, aku harus menghadapi kelas tujuhku yang buruk. Aku mendadak sangat bodoh, dan nakal. Tak jarang aku masuk BP karena mengganggu temanku dan berkelahi apalagi melawan guru. Benar-benar ‘tomboy’kata mereka. Aku tidak menepis hal itu, karena aku memang jarang berteman dengan perempuan, dan terbiasa dengan permainan laki-laki, dulu aku tidak menggunakan hijab, jadi rambutku selalu kukuncir dan karena itu pula aku tidak pernah merasa sok cantik.
Karena terpengaruh lingkungan, aku harus menghadapi kelas tujuhku yang buruk. Aku mendadak sangat bodoh, dan nakal. Tak jarang aku masuk BP karena mengganggu temanku dan berkelahi apalagi melawan guru. Benar-benar ‘tomboy’kata mereka. Aku tidak menepis hal itu, karena aku memang jarang berteman dengan perempuan, dan terbiasa dengan permainan laki-laki, dulu aku tidak menggunakan hijab, jadi rambutku selalu kukuncir dan karena itu pula aku tidak pernah merasa sok cantik.
Sampai akhirnya di kelas dua SMP, aku menyukai seorang laki-laki di kelasku. Dia benar-benar tipe idaman, mungkin sampai sekarang pun dia tidak akan mengetahuinya apalagi mempercayainya. Karena bagaimana pun, teman-teman sekelasku menganggap bahwa aku tidak suka pria, padahal banyak di antara mereka yang bisa saja kusukai. Dan laki-laki itu adalah yang terpintar di kelas. Aku tidak berhenti berusaha untuk memberikan dia cerita lucu untuk dia baca, dan akhirnya tertawa. Tawanya yang khas dan menular.
Oleh karena itu, aku intropeksi diri dan mulai berlaku normal serta belajar dengan giat. Sampai akhirnya aku sadar yang menyukai dia tidak aku saja. Dan lagi pun aku mendengar isu dia menyukai perempuan lain. Aku benar-benar terpukul, di satu sisi aku menemukan ada orang lain yang menyukaiku. Dia selalu memberiku motivasi agar tetap menjadi diri sendiri. Banyak yang tidak tahu karena aku pun selalu menyembunyikannya.
Lambat laun, dia yang jadi motivasiku membuatku berubah. Nilaiku naik drastis, orang-orang semakin menyemangatiku dan kagum. Aku berhasil bertahan setelah sebelumnya teman-temanku banyak yang dipindahkan. Masa SMP adalah masa terindah dalam hidupku. Sampai saat perpisahan, di saat mereka berpelukan, aku hanya mengambil foto-foto mereka. Mereka enggan memelukku, apalagi aku memakai hijab disuruh ibuku.
Mereka sangat mengagumi tulisanku. Mereka selalu memintaku untuk menyelesaikan ceritaku tentang pasangan yang ada di kelas. Aku benar-benar menyayangi mereka. Seperti bakatku tidak pernah sia-sia di mata mereka.
Di saat itulah titik terendahku dimulai. Ibuku dan aku jauh-jauh ke Pandan untuk mendaftar SMA Matauli yang sangat terkenal. Biaya pendaftarannya saja 350 ribu rupiah. Ibuku bahkan terobsesi jika aku bisa masuk kelas A padahal itu sangat mustahil. Sejak ujian, aku diberikan beribu dukungan. Apalagi setelah aku lulus ujian dan tinggal mengikuti tes kesehatan, psikotes, dan kesemaptaan.
Namun lagi dan lagi, aku gagal. Entah kenapa ketika aku sudah mempertaruhkan jiwa raga hanya untuk itu, aku malah gagal. Dulu aku punya teman spesial yang kukenal sewaktu les, dan dia sangat kecewa saat tahu aku tidak masuk Matauli. Dan kami hilang kontak.
Tapi aku tidak putus asa, aku dengan lapang dada menenangkan orang tuaku dan mendaftar ke SMA Negeri 1 Sibolga. Salah satu SMA favorit di SIbolga yang aku juga sangat menginginkan kelas unggulannya. Aku bersama teman sebangkuku sejak SMP, Nur, yang selalu bisa memotivasiku untuk menjadi lebih baik. Dan dengan kemampuanku dalam bahasa Inggris, aku dikenal guru tanpa harus ikut ujian. X MIA 3 merupakan momen terbaik dalam hidupku. Selain teman-teman yang asik, aku menjadi salah satu yang paling terlihat di antara sekelas.
Dan hasilnya benar-benar memuaskan, aku akhirnya bisa mendapat juara 2 dan Rizki juara 1 setelah sebelumnya Nur sudah pindah ke unggulan Pemko. Namun aku terpukul karena aku malah tersingkir ke IPA 4. Dalam hidup, aku tidak henti-hentinya bersyukur apalagi semenjak tahu ada pergantian orang menuju kelas unggulan. Unggulan yang kuidamkan, dengan baju yang berbeda dengan kelas reguler, adanya les tiap jam makan siang hingga sore, dan semuanya gratis.
Aku berhak mendapatkan kesempatan itu dan melalui ujian tulis. Aku dan beberapa temanku yang lain, akhirnya lulus setelah dua minggu aku berada di IPA 4. Allah benar-benar sudah merancang semuanya untukku. Tidak lulus di Matauli tapi akhirnya lulus di unggulan Pemko dengan cara yang lain.
Lalu aku melewati masa-masa sulit di kelasku yang baru. Ada beberapa hal yang tidak bisa kuceritakan karena aku dibully karena kesalahanku sendiri walaupun niatku hanya bercanda. Aku menyesal telah membuat sahabatku sendiri menangis karena ulahku. Aku benar-benar menyesal. Maaf yang tidak pernah aku sampaikan pada mereka. Apalagi pada saat itu, aku sempat menyukai orang yang membenciku. Ingin kubuang wajahku sejauh-jauhnya. Apalagi pada saat itu, orang yang kusuka dulu waktu SMP ada di kelas sebelah.
Dua tahun aku menjalani masa SMA yang sangat sulit. Aku kehilangan orang yang kusayang, kehilangan kepercayaan mereka, sampai aku mencari kehidupan baru dengan dua versi. Aku di organisasi yang disegani dan disukai, dan aku yang dibenci dan dibully di sekolah. Mereka tidak benar-benar paham siapa aku sebenarnya.
Walaupun dulu ada beberapa yang tetap bersamaku, dan selalu meminta film dariku, tapi tetap aku merasa aku ini dibenci oleh mereka semua. Masa SMA yang harusnya penuh bunga malah dihujami dengan petir. Benar-benar kelam. Aku ingin secepatnya tamat dari sekolah itu.
Di organisasi, aku dikagumi, banyak sekali yang menyatakan perasaannya padaku, yang selalu kujawab dengan ulasan bahwa aku tidak mau pacaran. Biarlah aku merasa dicintai hanya di organisasi saja. Ibuku tidak pernah tahu apa yang terjadi padaku di sekolah, baginya aku selalu baik-baik saja.
Hingga semuanya akhirnya berakhir. Aku terbebas dari kelas itu. Aku melupakan semua kenangan yang ada di dalamnya, aku bahkan tidak lagi merasa aku mencintai rivalku itu. Bagiku, sekarang mereka hanya kenangan. Dan sejak libur, aku banyak belajar. Aku bahkan termotivasi untuk masuk STAN. Pertama kali try out STAN, aku berada di peringkat 3 padahal aku sama sekali tidak ikut les.
Semenjak saat itu, aku lebih giat lagi belajar. Aku bahkan ikut les Adzkia yang saat itu bahkan dilarang ayahku. Aku tidak pernah ikut bimbel sejak SMP. Jadi aku berontak agar diberi izin. Dan akhirnya aku diberi izin hingga sampai les ke Medan. Banyak sekali tentor dan kenalan yang mendukungku. Mereka selalu yakin aku pasti bisa.
Dan sampai di titik aku akhirnya sujud syukur karena ternyata aku lulus ujian dari seratus ribu peserta. Padahal teman-temanku banyak yang tidak lulus, bahkan teman sekamarku juga. Tapi dia tidak marah, dia justru menyemangatiku hingga tes yang kedua. Tes kesehatan yang saat itu aku baru bangun tidur langsung dikirim screenshot kalau aku lulus. Aku sangat senang dan lagi-lagi bersyukur. Saat itu aku memang mengatur pola hidup sehat, selalu olahraga dan membersihkan karang gigi.
Hingga tes tahap terakhir, TKD. Semuanya serasa sudah aku kerjakan sungguh-sungguh, namun apa daya yang aku hapal tidak ada yang keluar satu pun. Otakku buntu, analytical reasoning membuat otakku tidak bisa berpikir. Begitu banyak soal panjang yang menghabiskan waktuku. Tidak seperti soal teman-temanku yang lain yang hanya sekedar hitungan. Aku benar-benar ingin menangis. Sedih sekali rasanya saat skorku hanya mampu mencapai 343 walaupun hitungan lulus.
Tepat setelah aku tahu aku tidak mungkin lulus, teman-temanku mendatangiku. Mereka bercerita bahwa skorku hanya kurang 1. Batas yang diterima adalah 344. Aku mendadak tidak nafsu makan mendengar pengumuman itu apalagi saat bulan puasa. Sebelumnya aku sudah mengikuti SBMPTN yang padahal belajar saja tidak, hanya berpangku pada pengetahuan tentang STANku. Namun aku lulus, di teknik elektro USU. Aku juga diterima di Pendidikan Bahasa Inggris UIN Medan. Tapi apa yang kucita-citakan lagi-lagi tidak terkabul sedari awal.
Mimpiku punah, setelah aku tahu aku juga gagal di tahun kedua. Setelah tragedi berdarah-darah yang aku lewati hingga mengorbankan mata kuliahku, aku memutuskan untuk mulai menjalani kuliahku. Ya, aku memutuskan untuk mengambil elektro USU apalagi sejak tahu kalau aku dapat beasiswa sampai S2. Selain bebas uang kuliah, aku juga diberi uang saku. Sedangkan orang yang kusuka dulu, di tahun kedua mendapat STIS dan aku sangat bangga padanya.
Namun aku tidak berhenti untuk berjuang, bahkan sekarang aku punya mimpi lebih tinggi setelah tamat dari jurusanku. Mungkin terdengar mustahil awalnya, sama seperti apa yang kualami dulu sewaktu sekolah. Bahwa dalam menggapai hal yang kita inginkan, tidak selalu dengan jalan lurus, mungkin ada jalan lain yang membawa kita untuk menggapainya. Lalu masih pantaskah kita bersedih? Sudahkah hari ini kita bersyukur?
Hal yang paling membuatku intropeksi diri adalah ketika aku melihat teman-temanku tidak kuliah, ada yang kuliah tapi tidak beasiswa, ada yang beasiswa tapi memutuskan untuk berhenti. Lantas, pantaskah kita berlarut dalam kesedihan? Ada juga yang menganggap semuanya baik-baik saja lantas mengorbankan IP dan mata kuliah? Aku punya banyak sekali suka duka semenjak kuliah. Aku menemukan jati diriku, dan teman-teman yang menerimaku apa adanya. Mereka yang selalu membantu dalam keadaan apa pun. Bahwa yang dikatakan orang-orang benar, proses kita gagal dalam pendidikan memang sakit, tapi proses setelah kita mendapatkan pendidikan itu lebih sakit. Dan membandingkan apa yang kita punya dengan orang lain hanya akan semakin membuat kita terpukul.
Hal yang paling membuatku intropeksi diri adalah ketika aku melihat teman-temanku tidak kuliah, ada yang kuliah tapi tidak beasiswa, ada yang beasiswa tapi memutuskan untuk berhenti. Lantas, pantaskah kita berlarut dalam kesedihan? Ada juga yang menganggap semuanya baik-baik saja lantas mengorbankan IP dan mata kuliah? Aku punya banyak sekali suka duka semenjak kuliah. Aku menemukan jati diriku, dan teman-teman yang menerimaku apa adanya. Mereka yang selalu membantu dalam keadaan apa pun. Bahwa yang dikatakan orang-orang benar, proses kita gagal dalam pendidikan memang sakit, tapi proses setelah kita mendapatkan pendidikan itu lebih sakit. Dan membandingkan apa yang kita punya dengan orang lain hanya akan semakin membuat kita terpukul.
Mulailah dari diri sendiri, “bahwa hidup adalah pilihan, dan jangan biarkan orang lain mencemoohmu.”
Quotes ini akan aku jabarkan di blog selanjutnya juga dengan suka duka teknik sebagai bahan pembelajaran. Aku menulis dari hati, dengan apa yang sebenarnya terjadi, dan jika kalian tidak menyukainya, aku minta maaf karena aku juga manusia, tapi jika kalian menghargai dan meluangkan waktu membaca sampai habis, aku sangat menghargai kalian juga, semoga esok, lusa dan setelahnya, usaha kalian dilancarkan dan dapat menerima apa yang dicita-citakan. Amin
Ttd.
SRH
SRH