Wednesday 30 September 2020

Patah Hati

0 comments

RIANA POV:


 Pernah sekali aku merasakan patah hati.

Patah sepatah-patahnya tapi tak pernah dalam hatiku untuk berucap kata maaf. Justru aku bersyukur aku lepas dari semua itu.

Lalu ia datang. 

Memberikan tangan untuk dirangkul.

Aku memandangnya sejenak, memastikan apakah ia tulus sebab dari pandangan matanya, ia benar-benar berharap akan sebuah keajaiban.

"Kau adalah keajaibanku," katanya.

Sempat aku terdiam, memandang beberapa orang yang terlihat tersenyum akan situasi itu. Tapi, awkward bagiku. Aku mencoba untuk bersikap biasa saja, dan menolak tawarannya.

Lalu dia berhenti? Tidak.

Dia kembali mendekatiku, mencoba meraih lagi tangan itu. Tapi aku lagi-lagi memasukkannya ke dalam saku tanpa peduli bagaimana perasaannya kala itu. 

Namun lagi dan lagi ia tidak berhenti. 

Ia menjaga jarak, tapi aku yang selalu membutuhkannya membuatnya nyaman lagi terhadapku. Pernahkah kamu di situasi itu? Aku pernah.

Pernahkah kau dekat dengan seseorang seperti pacaran lalu saling diam seakan putus? Baiklah, itu yang sedang terjadi.

Tapi ternyata tidak baginya.

Ia tidak pernah menganggapku sebagai teman, ia justru memberitahu keluarga dan temannya bahwa aku adalah tambatan hatinya, artinya, bersama dia aku sudah berpacaran.

Sedikit kesal, lalu aku diamkan saja. Seperti ada suatu kebanggaan saat seseorang membanggakanmu di depan keluarganya. 

Lalu seketika semua buram. Hari berganti hari, tak adalagi kesenangan itu. Seperti membisu tanpa suasana yang pernah ada. Seperti dua teman yang tak pernah saling mencintai. Tidak ada pesan, tidak ada telepon, tidak adalagi saling mengganggu satu sama lain. Yang satu menata diri, yang satu lagi merasa risih. Akulah yang kedua.

Sedikit jahat, atau memang jahat tapi ia mengerti. Ia memilih menjauh jika aku benar-benar merasa aku risih di dekatnya. Pernah seperti itu? 

Aku yang brengsek sebenarnya, Ia berulang kali menengadahkan tangan agar aku meraihnya, tapi aku hanya menyakiti perasaannya. Lebih parah lagi, aku mempermainkannya. Bagaimana mungkin kala itu aku membiarkannya mengenalkanku pada keluarganya? Sungguh. Aku bodoh sekali.

Dan sekarang aku benar-benar merasa bingung. Sekali ia terus terang bahwa akan menyerah jika aku benar-benar tidak mau lagi atau ia akan tetap mencintaiku sampai suatu saat tiba, tapi bagiku saat itu semuanya palsu. Aku benar-benar merasa tidak punya hati karena banyaknya pikiran. Salah satunya, aku selalu terngiang bahwa ayahku sakit dan bukan saat yang tepat untuk merasakan kisah cinta.

Tapi ternyata aku salah, aku tidak bisa lepas darinya. Setidaknya untuk mencapai tujuanku pun, aku butuh dia. Ia yang selalu ada saat aku terpuruk, tapi entah kenapa aku dengan percaya dirinya mengiyakan kemauannya kala itu. Lalu, boom. Semuanya terasa berbeda sekarang.

Tak ada lagi tangan yang hendak ia raih, tak ada lagi wajah yang bisa ia lihat, karena semuanya telah tertutup rapat. Ia benar-benar membuat jarak. Aku bahkan tidak bisa berbicara seperti biasanya. Ia sudah menerimaku sebagai teman dengan lapang dada. Tapi hati sepertinya tidak bisa diajak kerjasama, dengan sangat egois memintanya kembali mempertimbangkan itu.

Ia menerima dengan lapang dada sembari mengucapkan bahwa semua sudah terlambat. Biar kuceritakan malam itu, sejak ia membantuku lagi, aku kembali nyaman. Sesaat dadaku terasa sesak, dan air mata terjatuh begitu saja. Aku tidak bisa lagi menahannya. Tidak tahu entah karena dia, atau karena benda kesayanganku yang tak bisa kembali. Walau bagaimana pun, aku sangat sedih. Sesedih itu sampai aku membaca chat lama di antara kami berdua.

Tapi benar katanya, semuanya sudah terlanjur. Ia benar-benar bercerita pada keluarganya bahwa kami putus. Aku tidak mengerti apa yang dipikirannya, sudah berulang kali bermasalah akan hal ini, tapi tidak pernah ia belajar dari itu semua. Baginya ini semua sudah berakhir. Dan bagiku, bercerita pada keluarga bahwa kami putus padahal sebenarnya tidak pernah pacaran adalah pemikiran orang sakit. 

Ia masih sayang padaku. Ia ingin berjuang untuk ke depannya. Tapi ketika ia bercerita bahwa aku yang memutuskannya apakah semua akan baik-baik saja? Bagaimana pandangan orang terdekatnya tentangku? Benar mungkin. Pikirannya belum dewasa. Dan aku sangat tidak menyangka ini semua akan terjadi. 

Dengan ini aku tidak mungkin melanggar prinsipku untuk kembali pada orang yang tidak ada hubungannya denganku. Sangat tidak mungkin. Ingin meraihnya saja aku tidak punya keberanian lagi. Pupus harapanku bersamanya untuk ke depan nanti. Mungkin baginya untuk mengatakan balikan semudah itu, tapi bagiku semuanya sudah beda. Akan selalu ada orang yang terkesan jahat di antara semuanya. 

Lalu itulah patah hatiku yang terpatah. Patah hati yang sudah tidak pernah kurasakan lagi selama bertahun-tahun, lebih sakit daripada ditolak oleh orang yang kita suka selama enam tahun. Dari sekian kemungkinan buruk, aku tidak pernah menyangka yang ini akan terjadi. 

Inilah sepenggal kisah malamku yang larut dibawa mimpi. 

Continue reading →
Sunday 13 September 2020

WHAT MAKES U HAPPY?

0 comments
Happy. Seperti apa bahagia itu bagimu? Apakah dengan tersenyum sumringah walau dalam keadaan tersulit sekali pun? Lalu apa yang dimaksud dengan bahagia sebenarnya?



Bagiku, bahagia dipicu oleh seseorang, kondisi, sederhananya yang menenangkan hati.


Diriku bukanlah seseorang yang kerap bahagia tanpa alasan. Aku senang, karena aku menyukai situasi itu. Seperti saat aku berulang kali meraih juara dari SD hingga aku SMA. Baiklah, meraih suatu prestasi adalah kesenangan favoritku. Apalagi ketika membuat orangtuaku bangga. 

Lalu, aku sangat senang menulis. Dari SD, aku sering menulis buku diaryku yang penuh dengan unsur cinta. Membayangkannya saja membuatku malu, seorang perempuan berumur sekitar sepuluh tahun sudah memikirkan soal cinta. Padahal kalau dipikir-pikir, dewasa ini sudah jarang sekali aku menulis tentang seseorang.

Baiklah, menyukai seseorang juga kesenanganku. Entahlah, aku hanya merasa bahwa di usia muda aku berhak menyukai siapa pun. Bahkan yang tidak pernah bisa kugapai sekali pun, dan inilah alasan aku juga lebih senang berteman dengan laki-laki dibanding perempuan sejak aku sekolah. 

Mereka terlihat lebih jujur, dan berpendapat sewajarnya tanpa harus "merendah untuk meroket." Kebiasaan teman perempuanku sewaktu SMP adalah, menanyakan apakah mereka gemuk. Padahal bagiku, badan mereka biasa saja. Entahlah, kesenanganku yang lain adalah memuji orang. Aku tidak tahu ini berdampak buruk atau tidak, tapi aku suka mengatakan,
"Kamu cantik kok."
"Enggak, kamu gak gemuk kok."
"Kamu gak kurus banget kok."
"Kamu pinter."
"Kamu jago loh."
"Kamu lucu."

Tapi tentunya aku akan sangat senang saat seseorang yang kusukai menyukaiku pula. Aku akan bahagia saat diajak keluar, jalan-jalan oleh orang yang kusayang. Termasuk kedua orangtuaku, saudara maupun teman-temanku. Kebahagiaanku akan bertambah saat mereka mengajakku makan gratis. Entahlah aku lebih suka makan daripada dibelikan sesuatu. Tapi jika dibelikan sesuatu seperti pakaian pun, aku akan menghargainya. 

Dan aku suka memuji usaha orang lain pula, seperti dalam bercanda. Walaupun jokesnya garing, tapi aku selalu tertawa dan menghargainya. Entahlah, aku senang saja melihat orang lain senang.

Kesenanganku yang lain adalah, memberikan solusi pada seseorang yang terjebak akan cinta. Baiklah, aku terlihat egois. Tapi entah kenapa aku sangat senang mendengar kisah cinta temanku sendiri, walaupun yang diminta solusi ini belum pernah berpacaran.

Terlepas dari kesenangan pribadiku, tentu aku juga senang jika seseorang yang kuidolakan entah itu dari instagram, twitter, dsb mau membalas komenku. Bagiku, seperti ada kesenangan tersendiri mengambil tangkapan layar dari orang yang kusenangi. Yap, mungkin menyimpan screenshot juga bagian kesenanganku.

Terlebih lagi, menyimpan suatu barang berharga yang sudah rusak sekali pun akan kusimpan. Temanku berulang kali menyuruhku membuang tapi aku tetap memilah yang kusuka. Dan, aku juga sangat senang menyimpan kertas struk, entah itu belanja, atau parkir. Lucu memang, tapi melakukannya karena aku senang.

Bahagiaku yang tidak pernah terlepas dari dulu adalah, menulis sesuatu yang berkaitan dengan hidupku tapi dengan nama samaran yang berbeda. Ya, aku menulis diary hidupku seperti cerpen dua halaman setiap harinya. Bebanku seperti terangkat ketika menulis itu semua. Setidaknya kesenanganku sebagian berasal dari perasaan dan yang lainnya berasal dari kebiasaan yang kulakukan sejak aku sekolah.

Tapi percayalah, apa pun yang membuatmu bahagia jangan sampai merugikan orang lain. Itu bukan suatu kesenangan saat kau harus mengorbankan perasaan seseorang hanya karena senyuman dan tawa indahmu. -SRH


Continue reading →
Saturday 12 September 2020

HOW'S YOUR PERSONALITY?

1 comments

Kau bisa mengubah sebagian dari apa yang kau benci, bahkan apa pun yang kau suka. Tapi kau tidak akan pernah bisa mengubah kepribadianmu. Sebab itu dibentuk sejak kau lahir hingga sekarang.


Setidaknya itulah alasan kenapa aku harus mengikuti Tantangan menulis 30 hari ini. Sebagai seorang yang mengidam-idamkan menjadi penulis, mungkin aku gagal. Beberapa kali aku mencoba fokus untuk tulisanku, tapi hasilnya selalu sama saja, gantung atau tidak pernah berakhir. Aku hanya menulis beberapa part sejak aku SD, SMP, bahkan aku SMA, setidaknya kepribadian yang tidak bisa diubah adalah tidak pernah bisa fokus akan sesuatu. Bahkan setiap kali aku fokus akan sesuatu, sesuatu itu jarang berakhir baik. 

Pernahkah kau merasa di titik terendah dalam hidupmu? Saat kau mengidamkan sesuatu hal tapi tidak pernah kau dapatkan bahkan setelah kau fokus untuk mengejarnya? Setidaknya itulah yang membuatku sadar bahwa aku telah salah dalam memilih kepribadianku sendiri. Aku juga bukan orang yang rajin, tidak tahu apa namanya tapi kadang-kadang, merapikan kamar sendiri pun sulit sekali, tapi aku tetap membantu ibuku dalam mengurus pekerjaan rumah. 

Pribadiku menjengkelkan, kerap kali aku menertawakan sesuatu bukan karena benar-benar lucu, tapi karena aku menghargainya. Aku juga bukan orang yang suka menghina orang lain atau mengejek seseorang hanya karena bentuk fisiknya, karena aku juga pernah merasakan hal yang sama. Aku pernah kurus, lalu gemuk, lalu sedang dan begitu seterusnya. Rasanya, cacian yang aku terima tidak sanggup untuk kulempar balik bahkan pada orang yang pernah mencaciku.

Aku tidak suka diusik. Sebenarnya, aku ini pendendam. Siapa pun yang pernah berurusan denganku dalam hal yang tidak baik, aku akan menunjukkan ekspresi tidak baikku pula di depan orangnya. Sangat tidak profesional dalam mengendalikan emosi. Tapi itulah aku, temperamen akan sesuatu yang memancing emosi, bahkan aku bisa memukul seseorang, tidak peduli itu laki-laki atau perempuan hanya karena mereka membuatku marah. Dan aku tidak peduli pula jika itu dilayangkan kembali padaku, karena aku tidak takut sentuhan fisik, tapi aku sensitif terhadap orang yang menyinggung perasaanku. Hatiku ini, lemah sekali sebenarnya. 

Sehari-hari aku melakukan pekerjaanku seperti, belajar untuk mencapai impianku, dan salah satu kepribadian yang kusuka adalah, aku sangat sopan terhadap orang yang lebih tua. Percaya tidak percaya, tapi aku memang termasuk anak yang berbakti. Rajin mengaji walaupun tidak hafidz seperti idola masing-masing orang. Tapi ada satu kepribadian yang membuatku dibenci orang-orang adalah, ramah. Keramahan yang kubuat sering kali membuat orang salah paham dan malah menyukaiku. Bukan karena aku merasa cantik atau merasa disukai, tapi itulah kenyataanya. Sering kali aku kehilangan sahabat karena dia merasa bahwa aku mengkhianatinya Namun, sekali lagi, aku bisa mendapatkan teman sebanyak yang kumau. 

Namun salah satu kepribadian yang paling kusenangi adalah diam. Melihat sekitar, menjadi pemicuku dalam menulis dalam diam. Bahkan kebiasaan yang setiap saat kulakukan adalah, mencintai dalam diam. Dan menulis kisah sedihku pula dalam diam melalui laptop, handphone, bahkan buku diary favoritku. Pernah diriku merasa bahwa aku bisa memegang kendali, paham dengan hiruk pikuk dan kejamnya dunia, jadi setidaknya aku punya sugesti untukmu,

 "Seberapa sering kau mengubah kepribadianmu, itu tidak akan pernah berubah hanya karena seseorang menyuruhmu, itu berasal dari hati, dibentuk dari kebiasaanmu sejak dini, jadi jika seseorang menjauhimu karena kepribadianmu setidaknya membuka jalan bahwa mereka tidak bisa menerimamu apa adanya." 


#30DAYSWRITINGCHALLENGE

#DAY1DESCRIBEYOURPERSONALITY 

Twitter: ssseruni


Continue reading →

Labels

Cerpen (37) Wacana (18) Artikel (12) Puisi (8) Drabble (7) Sad Story (7) Review Blog (3) Ulasan (3) Essay (2) Lagi Viral (2) Resensi (2) Review Film (2) Review Series (2) Tips (2) Biografi (1) Quotes (1)