Hidup itu pilihan ya. Ada orang yang berusaha untuk tetap
bertahan tapi malah disia-siakan. Bukan tidak menikmati, bahkan bisa dikatakan,
dia telah memberi segalanya, tapi yang dia dapatkan tidak ada perubahan sama
sekali.
Aku bersyukur tidak dalam kubu itu, tapi temanku
mengalaminya.
Dia mengalami kesehatan yang unik, tidak pernah sekalipun
marah jika dipukul tapi sangat sedih bila hatinya dilukai. Fisiknya sekeras
baja, tapi hatinya lunak sekali. Sampai aku pun takut untuk menyinggungnya
apalagi menyakiti hatinya.
Aku tidak habis pikir dengan tipenya yang seperti itu, ia
mudah jatuh cinta pada siapa pun. Dia tidak menolak tantangan patah hati hanya
karena takut jatuh cinta. Tapi, aku kasihan padanya. Laki-laki mana yang tega
menghancurkan hati yang kecil itu. Tangisannya kala itu membuat aku sadar,
bahwa apa yang kita lihat di depan belum tentu baik dalamnya.
Sore itu, langit menjadi saksi pahitnya kesedihan yang
dideritanya. Berulang kali aku menceritakan bagaimana orangtua membesarkan kita
untuk diberi kebahagiaan dan kegembiraan tapi dalam sedetik saja dibungkam oleh
manusia tidak punya akal yang sesuka hatinya menganggap semua ini komedi.
Aku bersaksi, mengutuk orang semacam itu. Tidak pernah aku
melihatnya separah itu, aku bahkan mengirim padanya video lucu atau film
kesukaannya, tapi kala itu, tidak seperti biasanya, dia hanya tersenyum.
Senyuman itu, aku tahu pasti apa di baliknya.
Berulang kali aku memposting di Social Media bagaimana perlakuan itu sudah mengoyakkan hati yang
kian letih, tapi hanya disambut dengan view
yang bahkan anak kecil pun bisa melakukannya.
Aku kecewa dengan diriku sendiri yang tidak bisa menenangkan
kekesalannya. Aku tidak bisa untuk menghilangkan amarahnya yang aku tahu tidak
benar-benar dirasakannya. Aku tahu dia ingin berjumpa pada seseorang, namun
seseorang itu memilih pergi.
Sepintas aku membaca text
mereka, dan aku tidak menyalahkan siapa pun. Dia, temanku yang menyuruh lelaki
itu pergi. Dan lelaki itu sudah berulang kali ingin tetap tinggal dan berjumpa.
Tapi temanku menangis menceritakannya, bagaimana pada saat itu ia ingin keluar
tapi tidak ingin menunjukkan matanya yang merah karena sudah menangis terlalu
lama.
Tepat jam 18:04, lelaki itu hanya membaca text temanku. Rasanya ingin kuajak
temanku yang lain untuk memusuhinya, tapi ada yang lebih penting untuk
kutenangkan dan kugembirakan. Temanku.
Lucunya, temanku itu akan pergi, dan lelaki itu memang
sengaja ingin berjumpa untuk terakhir kali, tapi temanku malah membuat masalah
dan menyiksa dirinya sendiri. Sepele memang, tapi sangat menyakitkan.
Lantas aku berpikir, sampai mana rasa peduliku terhadap
temanku itu? Dan jika dalam beberapa waktu tak kudengar kabar kehadiran lelaki
itu untuk berjumpa dengannya, maka aku yang akan berbicara padanya. Hingga
menunggu saat itu tiba, aku hanya berpesan pada lelaki di luar sana, bijaklah
dalam melakukan suatu hal, jangan seenak akal membuat orang kesal. Kalian tidak
tahu kapan lagi kalian bisa berjumpa untuk memperbaiki kesalahan. Think Smart.
To Be Continue
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
To Be Continue
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nb: Kepada pembaca yang punya inspirasi, jikalau ada saran silahkan dikomen ya. Terima Kasih 💌