Friday 31 July 2020

Makna Cinta Idul Adha

0 comments
Hari ini aku kembali melihatnya, melihat seseorang bak kekasih yang tidak pernah kumiliki. Sudah lama aku ingin mengungkapkan perasaanku agar ia tahu peliknya mencintai dalam diam. Tapi sedikit pun rasanya berat hanya untuk melepas kata-kata singkat itu. Sesederhana itu, aku mencintainya. 

Walaupun terdengar gelisah, sebenarnya aku hanya tidak ingin main-main dengannya. Kala hari besar, hari biasa, maupun hari-hari yang terus berjalan, aku sempatkan untuk melihatnya. Baginya, aku ini bukan apa-apa, karena yang mendekatinya juga bukan aku saja. 

"Sarah, tolong gantiin kami nimbang bentar ya, mau makan." Kira-kira dialog itulah yang aku dengar dari kejauhan sembari melihatnya bekerja dengan giat di kala kami akan melaksanakan sholat jumat. Entah dia menyadari aku memandanginya, tapi dia hanya fokus pada pekerjaannya. 

"Lima kilogram." Kira-kira itulah yang aku dengar untuk kesekian kalinya. Daging-daging itu ditimbang sebanyak lima kilo sebelum dibagikan kepada pemilik kupon. Aku menerka-nerka, apakah ia lelah atau baginya karena ini baru pertama kali dan rasanya sangat melegakan?

Kudengar dia dan temannya yang perempuan sangat senang ketika turun ke lapangan. Setelah sebelumnya hanya menikmati, akhirnya mereka bisa membantu pembagiannya langsung. Walaupun akhirnya mereka lelah dan digantikan oleh laki-laki ketika mereka sudah selesai sholat jumat. Dia memakai baju kuning, menyandang tas dan berfoto di depan bingkisan daging. Setidaknya, itulah terakhir kali pada hari itu aku melihatnya.

Lalu terbesit di pikiranku untuk mengungkapkan ini, ketika aku melihatnya, aku mengingat keteguhan Hajar yang baru terngiang ketika ustad sedang khatib. Kala itu ia menjelaskan banyak hal mengenai Idul Adha, Ismail, Hajar, dan Ibrahim. Bagaimana taatnya Ismail kepada Allah, dan sabarnya Hajar ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa ia sementara harus berpisah pada suaminya. Andai kau Hajar apa yang akan kau lakukan?

Menggendong seorang bayi kemudian memberinya kebutuhan saat masih bayi agar bertahan hidup walaupun harus berpisah dengan suami. Ibuku adalah yang pertama dalam segala hal untuk melindungiku, tapi apa yang terjadi antara aku dan Ismail, adalah dua zaman yang berbeda. Jadi, ketika aku melihat seorang simpatisan yang bekerja untuk membagi kurban kepada orang-orang yang berhak, rasanya makna Idul Adha pastinya akn tersampaikan. 

Lalu andai aku adalah Ismail, aku tidak akan pernah tahu bagaimana merelakan kepalaku untuk dipenggal hanya berdasar mimpi ayahku. Sungguh, di zaman sekarang ini tidak pernah aku dengar ada orang yang merelakan anaknya untuk dipenggal. Bahkan masuk penjara saja, langsung menebus uang milyaran hanya untuk membebaskannya sekalipun ia salah. Tapi Ismail, ia hanya seorang anak yang patuh kepada ayahnya dan percaya kepada Allah. Di mana kita bisa menemukan seseorang seperti itu? Karena kepercayannya pulalah, Idul Adha ini diadakan setiap tahun untuk mengenang peristiwa penting itu. 

Idul Adha yang pada akhirnya merasakan hewan daging qurban yang dibaca "Allahu Akbar" sebanyak tiga kali sebelum memotongnya, sebelumnya diawali dengan Shalat berjamaah yang disunnahkan agar tidak beranjak sampai Khatib turun dari mimbarnya. Bahkan sesudah itu, seluruh jamaah juga diperkenankan sarapan terlebih dahulu. Bagiku itulah makna Idul Adha sebenarnya, kita dapat memahami pentingnya saling berbagi, menyayangi Nabi dan Rasul terdahulu, mengambil hikmah di balik kisahnya, dan meneladaninya. Tidak henti-hentinya mendoakan keluarga kita pula agar tetap menjalin silaturahmi kepada saudara, maupun tetangga. Karena kita tidak bisa hidup sendiri, semuanya ada porsinya masing-masing. Layaknya pekerja kurban, ada yang memotong, ada yang menahan, ada yang menimbang, ada yang mengikat, ada yang menakar, dsb. 

"Ridho, ini dagingnya." Aku kembali ke tempat seharusnya. Menerima plastik berisikan daging itu untuk dibawa pulang. Senyuman yang sangat ikhlas itu datang dari dirinya yang aku kagumi. Kekaguman yang selalu ada batasnya dibandingkan dengan Nabi dan Rasul yang bisa kuteladani kisahnya. Kuputuskan akan memendam perasaan ini sampai aku benar-benar pantas untuk meminangnya.

Leave a Reply

Terima Kasih telah membaca. Akan sangat dihargai jika diberi kritik dan saran juga hal menarik lainnya yang akan dibahas :)

Labels

Cerpen (37) Wacana (18) Artikel (12) Puisi (8) Drabble (7) Sad Story (7) Review Blog (3) Ulasan (3) Essay (2) Lagi Viral (2) Resensi (2) Review Film (2) Review Series (2) Tips (2) Biografi (1) Quotes (1)