Sunday, 3 November 2019
Truth or Dare [3]
"Sinta. Buka pintunya!" Suara ketukan itu mengagetkanku sekaligus berdiri dan membukanya, karena aku tahu persis suara siapa dibalik itu, Murni. Pacar Usai sekaligus sahabatku jauh sebelum aku bertemu dengan Usai. "Ada apa?" lanjutnya.
Aku hanya menariknya masuk dan menyuruhnya duduk. Sementara Usai masih berkutat dengan telepon genggam itu. Tanpa berlama-lama dia akhirnya memilih Truth. Tidak ada jawaban di telepon itu sampai kemudian suara itu muncul lagi, tapi lebih besar seolah dekat dengan kami bertiga.
"Apa yang kau lakukan kemarin malam?"
Usai tertegun. Matanya seperti ketakutan akan jawaban jika berbohong. Murni akhirnya memegang bahunya, dan menyuruhnya agar tenang dan menjawab.
"Aku memukul ayahku, sebab dia kutemukan bersama perempuan lain di ruangan ini," ujar Usai sembari menangis dan membuatku tertegun. Permainan ini bukan permainan sembarangan lagi, ini dapat membongkar semua peristiwa atau aib yang kita sembunyikan. Tapi nyatanya, aku pun tidak tahu apa dampak jika kami tidak menjawabnya dengan jujur.
"Jujurlah, atau malam ini akan jadi malam terakhir kalian."
Usai kemudian menahan tangisnya lagi, dan melanjutkan keseluruhan ceritanya. "Aku memukul ayahku, dan kutemukan dia bersama ibumu, Sinta."
Napasku tak terkendali, aku ingin pingsan saat itu juga, sampai Murni akhirnya menangkapku dan menenangkanku. Dia menyuruhku untuk tetap berpikiran positif bahwa yang terjadi bukan seperti yang diketahui oleh sosok itu. Aku benci permainan ini, aku tidak ingin lagi mendengar omong kosong ini. Aku memutuskan untuk beranjak dan menghidupkan lampu seolah saklar itu tidak ada yang mengendalikan.
Sekali aku menaikkan arah saklarnya lalu yang kuketahui sedetik kemudian adalah, lampu itu turun dan membuatnya mati lagi. Diselingi pertanyaan yang baru, Dare or Dare?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)