Monday 30 September 2019

Lighthouse From Naledi [Chapter 5]

5 comments
Reverse:
“Awalnya aku hanya ingin memberitahu kalian untuk penemuan-penemuan baruku untuk memperbaiki namaku yang buruk di mata dunia, tapi sekarang aku ingin ... flashdisk yang kau miliki, Hana.” Key menyeringai lebar dan berjalan dua langkah. “Dua menit dari sekarang, atau kalian akan tinggal di sini bersamaku.”



Dewa sesegera mungkin memaksa Hana untuk memberikan, tapi Raka masih tak berkutik seakan pasrah dengan keadaan. Hana yang melihat tidak ada tanda-tanda alternatif lain, dengan berat hati membiarkan Key memiliki flashdisk itu dan data yang hampir sempurna mereka unduh itu akhirnya resmi dimiliki Key.

“Naledi, keluarkan mereka dan bawa mereka ke tempat mesentery!” Key memberi perintah sambil membawa mesentery dan flashdisk dengan senyum kemenangannya.

“Ap—apa? Kami sudah memberikan apa yang kau inginkan, Key!” Raka membentak Key yang sudah melanggar janjinya.

“Manusia bodoh! Pantas saja semua orang membencimu, selain karena obsesimu yang terlalu tinggi, kau juga ternyata pembohong besar, jangan-jangan semua yang kau katakan hanyalah sampah,” ujar Dewa saking geramnya.

Key sontak berbalik dan menghentikan langkah sembari menghampiri mereka dan berucap, “Hey pincang, kau pikir apa gunamu di dunia ini? Lihat kakimu, kalaulah Naledi yang kuciptakan tidak menuntunmu ke sini, pasti kau akan mati, lagi pun tidak ada yang ingin menahanmu, kau tidak akan berguna di sini.”

Setelah Key pergi, mereka saling bertatapan dan hanyut dalam pikiran masing-masing. Kemungkinan mereka selamat sangat kecil, apalagi mereka hanya dihadapkan pada dua pilihan, mati di sini dan mesentery mereka akan diambil, atau menjadi pengikut Key yang notabene ingin membuat manusia baru yang lebih sempurna.

“Tuanku meminta salah seorang dari kalian, kecuali si pincang yang kakinya terluka,” kata Naledi lain yang membuat Raka dan Hana sontak bertatapan.

Antara lega dan takut, Dewa menghirup napas pelan dan menyuruh Raka yang pergi.

“Hana, jagalah kondisi Dewa, biar aku yang pergi.” Raka tersenyum tipis untuk menenangkan teman-temannya seakan ia akan baik-baik saja. Sedangkan Hana langsung menahan darah yang terus menerus keluar dari kaki Dewa.

Setelah Naledi menuntun Raka menghadap Key, tanpa berlama-lama, Raka langsung menanyakan apa maksud Key memanggilnya.

“Ya, sudah kuduga. Tidak mungkin kau membiarkan perempuan itu yang menemuiku,” ujar Key.
“Katakan apa maumu agar kami keluar dari sini,” balas Raka.

“Sederhana. Aku hanya butuh tenaga kalian untuk membuat manusia baru seperti Naledi dalam wujud perempuan yang abadi, dan aku sudah membuat kerangkanya.” Key mengambil mesenterynya sambil berkata, “Dengan menggunakan ini.”

“Teorimu itu mustahil, Key. Mesentery hanya organ tambahan dan tidak akan bekerja begitu saja,” jawab Raka ketus. “Kau tahu, kau hanya perlu kembali ke Amerika dan menunjukkan flashdisk itu pada lembaga antariksa agar namamu tidak buruk.”

“Aku tidak akan dan tidak berniat ke sana lagi, hanya saja aku juga tidak ingin kalian berhasil menyampaikan dataset itu sebelum keinginanku tercapai.”

Sesaat Raka dan Key berbincang, Hana menyusun rencana untuk keluar dari kurungan itu melalui bantuan Dewa.

“Naledi, tolong panggilkan Naledi yang membuat cairan itu, sepertinya aku akan mati.” Dewa berpura-pura ingin pingsan demi bertemu dengan Naledi yang pertama kali mereka jumpai.

Untungnya, Naledi itu langsung membawakan minuman yang diminta dan serta merta menggantikan posisi Naledi sebelumnya.

Walaupun semua Naledi bentuknya sama, tapi Naledi yang pertama kali mereka jumpai memiliki bekas darah di tangan kanannya saat memopoh Dewa.

“Naledi, bisa kau lepaskan kami?” tanya Hana yang langsung dijawab Naledi dengan gelengan.

Mesenterylah yang bisa menghapuskan harapan Tuan kami, tapi disaat mesentery musnah, kami tidak akan bertahan hidup,” ujar Naledi menatap ujung Gua tempat Key dan Raka berbincang. “Itulah yang sedang mereka bicarakan, Tuanku ingin membuat manusia baru yang lebih sempurna.”

Dewa dan Hana saling bertatapan tidak percaya. Sedangkan Raka masih berada di ujung Gua tertutup yang berbahaya itu. Dan Dewa yang terluka itu hampir saja putus asa dan ingin mati dalam keadaan bijaksana andai saja perkataan Naledi itu tidak terlontar dan membuatnya berdiri dengan semangatnya.

*** To Be Continue...

5 comments:

Terima Kasih telah membaca. Akan sangat dihargai jika diberi kritik dan saran juga hal menarik lainnya yang akan dibahas :)

Labels

Cerpen (37) Wacana (18) Artikel (12) Puisi (8) Drabble (7) Sad Story (7) Review Blog (3) Ulasan (3) Essay (2) Lagi Viral (2) Resensi (2) Review Film (2) Review Series (2) Tips (2) Biografi (1) Quotes (1)