“Hahaha.” Gelak tawa mengiringi setiap perjalanan laki-laki itu. Laki-laki culun dengan kacamata dan kemeja kotak-kotak yang selalu mengisi hari-harinya.
Terkadang, semua orang menatap dengki wajahnya, dan selalu terasingkan di lingkungan fakultasnya sendiri.
“Apa kau baik-baik saja?” sapaku saat dia duduk termenung di koridor kampus.
“Ambo ndak papo, Lisa1,” jawabnya. Aku bahkan tidak tahu bahwa ia mengenalku.
Aku melihat buku yang dia pegang, tertulis di sampulnya sebuah nama yang kutebak namanya.
“Reynaldi Iswan? Kau barusan bicara bahasa apa?” tanyaku penasaran. Seolah ia terkejut karena aku tahu namanya, ia pun menjelaskan.
Bahasa yang dipakainya adalah bahasa Sibolga. Aku tidak pernah tahu bahasa Sibolga juga menggunakan vokal “o” seperti Minang. Tapi logat Reynaldi sejauh yang kuketahui sangat berbeda dengan logat orang Minang biasanya.
“Ambo balum lancar bana bahaso Indonesia disiko2,” ucapnya. Aku paham maksudnya, ia berusaha mengatakan bahwa ia belum lancar berbahasa Indonesia, tapi tidak ada yang mau mengajarinya.
Seperti seolah semua temannya menjauhinya, padahal Reynaldi bukan orang yang bodoh seperti yang kutelusuri, bahkan mungkin ia lebih pintar dari orang-orang yang mencemoohnya.
Kali itu, untuk pertama kalinya, Reynaldi tertawa dan bicara beratus kata dari sebelumnya.
“Kau orang yang baik, Rey,” ungkapku sambil menyalam tangannya sembari pergi sesaat senyum di hadapannya.
Belum beberapa menit aku menjauh, sebuah telur mendarat di kepalanya. Gelak tawa menjijikkan kembali terdengar di telingaku. Ingin kuhampiri, tapi Rey sendiri sudah pergi, tersisa sekumpulan laki-laki yang aku tidak tahu dari mana asalnya.
“Aspek sosial budaya menjelaskan, bahwa masyarakat Indonesia diwarnai oleh berbagai macam perbedaan, baik perbedaan agama, suku, ras, bahasa dan kebudayaan. Kondisi sosial budaya yang demikian menjadikan kehidupan bangsa Indonesia menyimpan potensi terjadinya konflik. Kenyataan juga menunjukkan, bahwa dalam kehidupan bangsa Indonesia sering terjadi konflik antar-kelompok masyarakat yang dilatarbelakangi oleh perbedaan-perbedaan tersebut, kau belum mendengarnya?” tanyaku sembari melipatkan kedua tangan.
“Kau tidak perlu menjelaskannya, aku mengetahuinya.” Si pria berjaket biru itu mendekat dan menepuk bahuku sembari pergi.
Dongkol dengan situasi seperti ini, aku mengejarnya, dan bertanya alasan kelompok itu menjauhi Rey.
“Kau tahu, Lis, kami sangat ingin belajar dengannya, sering mengajaknya ke gereja bersama, berbagi satu sama lain, tapi ia membenci teman kami, Frans yang merupakan sepupunya, jadi, jangan pernah ikut campur pada sesuatu yang kau tidak tahu asal usulnya.” Mereka pergi. Menyisakan beribu pertanyaan yang kutahu tak akan mungkin bisa kutelusuri lagi.
***
Penulis: sulisrha
Nb: Ini adalah cerpen series yang sudah siap naskahnya jadi ditunggu ya. Untuk Silent Love akan diupdate secepatnya hehe :)
#RWCOdopBatch7
#OneDayOnePost
Suka kisahnya, hanya saja warnanya terlalu ngejreng bagi mata saya. Salam kenal dr Tokyo y kak ππ€ππͺ
ReplyDeleteLoh iyakah? Hehe maaf ya nanti coba saya ganti warnanya :))
DeleteSalam kenal dari Tokyo π€
ReplyDeleteSalam kunang-kunang dari Matahari terbit, Tokyaππ€
ReplyDelete