Tuesday 15 October 2019

Penari kartini [Chapter 2]

0 comments

Akan tetapi, di era millenial ini aku sadar, bahwa perempuan semakin di depan, bahwa Kartini berhasil membuat perempuan tidak tertindas sehingga kartini masa kini sudah bisa turut andil dalam pembuatan robot dan hal menantang lainnya. Apalagi aku tahu bahwa aku berada di jurusan yang identik dengan laki-laki, yakni teknik elektro di mana dipelajari energi, telekomunikasi, dan komputerisasi.

“Aku memilih keluar IoT saja,” ucapku pada teman setimku hari ini saat di grup studi. Karena pada akhirnya aku harus memilih apa yang menjadi prioritas. Apalagi sejak banyak agenda yang harus kulakukan, aku harus mengorbankan salah satunya. Dan aku lebih memilih menekuni dan memfokuskan lomba di bidang Line Followerku.Walaupun lomba itu diadakan tiga bulan lagi.
Setelah aku melakukan pertemuan dengan rekan timku, aku merasakan getaran handphoneku berulang-ulang, dan terlihat panggilan tak terjawab dari Tami dan Sari. 

Aku membalas pesan mereka dan secepatnya menyusul ke tempat latihan, dan ternyata semuanya sudah lengkap kecuali aku. Aku pun mengambil posisi setelah sebelumnya menaruh tas.

“Duh, telat lagi. Kapan sih kita gak nunggu kekgini,” kata Tika tepat di depanku. Aku tidak tahu maksudnya menyindirku atau bukan, yang pasti aku sangat kesal mendengar ucapannya yang seolah dia tidak pernah izin saja. Aku hanya diam setelah dia mengutarakan itu.

“Kamu kemana aja sih, ditelfon terus kok gak aktif, kamu tahu gak sih, sebelum kamu datang, semuanya membicarakan kamu dari A sampai Z,” kata Zahra di dekatku saat aku duduk di belakang. Aku hanya membalasnya sambil tertawa dan bersikap acuk tak acuh. 

Aku kecewa dengan sikap mereka yang tidak bisa konsisten, apalagi Sari yang kuanggap sahabat ternyata paling semangat membicarakanku. Dan dia masih mengajakku tertawa setelah memperlakukanku seperti itu. Tika dan Lia yang membeli perlengkapan baju untuk besok pun datang dan latihan dimulai lagi.

Tepat jam enam sore, akhirnya latihan itu selesai dan aku pulang tanpa berpamitan. Egoku memang terlalu tinggi, tapi memang itulah yang sedang kurasakan. Zahra yang seperti mengerti perasaanku pun akhirnya mengantarku pulang. Sekaligus dia juga pulang mengambil baju untuk menginap karena akan diadakan gladi resik sampai malam.

“Di mana Lis? Agak cepat.” Aku kembali mematikan handhphone yang terus mengusikku saat di jalan. Sari menelponku berulang kali sambil marah-marah tapi tidak kujawab sama sekali.
Setelah sampai di koridor Industri tempat latihan menari yang disaksikan oleh senior perempuan lainnya, mereka menatapku tajam dan menyalahkanku, aku juga tidak melihat adanya Zahra. Dan ternyata semua orang membicarakan Zahra atas dirinya yang belum hadir. Sampai saat itu aku sadar, kita tidak pernah benar di mata orang lain saat kita melakukan satu kesalahan.

“Haduh ini dia,” ucap Manda.
“Dari mana aja sih? Lama kali,” balas Tika.
“Kamu aja loh yang ditunggu daritadi,” balas Nisa lagi selaku penanggung jawab.
Tapi Zahra seperti orang kesal datang sambil berkata, “Aku bad mood, tolong ya, ada yang barusan terjadi.” Dan tanpa diduga, Sari melontarkan kata yang membuat Zahra sontak menangis, “Semua orang badmood, gak kamu aja, harusnya mengertilah.” 

Malam itu setelah latihan berakhir, aku dan Zahra sholat, dan dia menceritakan perihal bagaimana dia maupun dua sahabatnya, Kris dan Anna tidak jadi tampil di PITE lantaran panitia tidak tepat waktu memberikan informasi. Kris pulang dengan berjalan kaki setelah tahu tidak ada orang sama sekali di Gelanggang Mahasiswa –tempat acara- untuk melaksanakan gladi resik.

Aku menenangkannya dan berusaha mengajaknya untuk tetap ikut gladi resik. Kami berangkat berdua naik grab menuju Gelanggang Mahasiswa. Dan sesampainya di sana, Sari dan teman yang lain masih makan. Latihan baru dimulai sekita jam sembilan malam. Barulah sekitar jam sebelas malam diperbolehkan pulang, tidur, dan datang besok paling lama jam lima pagi untuk dimakeup.

Keesokan harinya, aku sampai setengah tujuh karena hujan dan terlihat Tika dan Tami sedang dimakeup. Ada sebagian yang disanggul, dan sebagian lagi mengganti baju. Aku dan Zahra yang agak terlambat disuruh mengganti baju yang tersisa dua. 

***
to be continue

Leave a Reply

Terima Kasih telah membaca. Akan sangat dihargai jika diberi kritik dan saran juga hal menarik lainnya yang akan dibahas :)

Labels

Cerpen (37) Wacana (18) Artikel (12) Puisi (8) Drabble (7) Sad Story (7) Review Blog (3) Ulasan (3) Essay (2) Lagi Viral (2) Resensi (2) Review Film (2) Review Series (2) Tips (2) Biografi (1) Quotes (1)