Monday 14 October 2019

Penari Kartini

6 comments


“Kakak gak mau tahu ya, waktu PITE satu bulan lagi, dan kalian harus tampil semaksimal mungkin,” ujar perempuan hitam manis itu. Aku menghela napas berada di ruangan sempit nan panas itu.
PITE adalah singkatan dari Pekan Ilmiah Teknik Elektro. Diperuntukkan bagi semua mahasiswa yang ada di universitas namun merupakan event tahunan di jurusan teknik elektro sendiri. Dan perempuan hitam manis itu adalah Nanda, lebih tua dua tahun dariku tapi memiliki paras dan badan seperti mahasiswa baru.

Bukan suatu hal baru ketika ada acara pasti ada hiburan, dan itu pula yang terjadi padaku. Awalnya aku hanya diam ketika diadakan rapat antar perempuan itu, tapi temanku Sari menawarkanku untuk menjadi kontributor dalam hiburan menari.

“Terakhir kali aku menari sewaktu TK, loh,” ujar Karin yang alasannya persis sama denganku. Namun kata-kata itu langsung disanggah oleh senior lainnya dengan mengatakan itu adalah hal yang wajar, dan perlahan juga akan tahu.

Lagi-lagi aku hanya menghela napas lantaran kesal alasan secuil apa pun tidak diterima, apalagi aku sadar bahwa jumlah perempuan di jurusan ini juga terbatas. Sari yang merupakan sahabatku berharap aku ikut dalam kelompok menari yang dilatih olehnya, dan dengan terpaksa menghargai keputusan sahabatku, aku pun mengikutinya.

Setidaknya yang paling disesali dari kegiatan ini adalah latihan. Apalagi menyelaraskan waktu sesama perempuan lain untuk latihan. Terkadang aku yang menghilang, kadang Tika yang hilang, dan kadang juga Tami. Selama latihan, tidak pernah kedelapan orang itu lengkap.

“Nanti sehabis ujian kita latihan ya,” kata Sari. Lagi-lagi aku hanya diam membaca info di grup Line itu. Terkadang aku jenuh, bosan dengan aturan-aturan yang dibuat bahkan oleh sahabatku sendiri. Lama-lama aku sadar bahwa memang setiap orang pasti akan berubah sifatnya saat diberi amanah atau pertanggungjawaban lantaran menjadi koordinator sekaligus pelatih tari.

“Coba telfon lagi, atau kita lanjut bertiga aja?” tanya Sari. Aku pun mengangguk mantap, karena menunggu yang tidak pasti hanya menunda waktu. Hanya ada aku, Zahra, dan Sari. Kami berlatih Tari Persembahan itu di Ruang K,  salah satu ruang andalan ketika ada kegiatan rapat atau jam ganti dengan dosen.

Seterusnya hanya ada selalu beberapa orang, sampai ada yang mengundurkan diri dan minta digantikan, yakni Karin. Karin tidak bisa ikut menari karena sangat sibuk dan ada yang lebih penting dikerjakan, oleh karena itu, Karin meminta Adis untuk menggantikannya.

Adis maupun Manda jarang sekali datang ketika latihan. Tidak hanya itu, Tika, Lia juga sering izin karena ada hal yang dikerjakan. Kadang terbesit di benakku kenapa aku tidak mundur saja, toh juga tidak pernah kompak. Belum lagi saat waktu berlalu, dan ujian di depan mata, selama tiga minggu ujian dan pulang dipercepat, pasti selalu ada alasan untuk tidak datang latihan padahal hari H sudah di depan mata.

Acara PITE diadakan di akhir bulan April, sedangkan persiapan latihan di  pertengahan bulan tidak sampai empat puluh persen. Masih banyak gerakan yang salah, kurang kompak dan lain sebagainya. Padahal gerakannya tidak terlalu susah dan mudah dipahami.
 
“Nanti sehabis zuhur, latihan ya,” kata Sari setidaknya dua kali dalam satu minggu untuk proses latihan. Tapi selalu saja tidak lengkap, apalagi sejak lab sudah berlangsung. Lab adalah sebutan bagi praktikum yang dilaksanakan di tiap mata kuliah yang setidaknya memiliki tiga sks. Lab biasanya memang memakan waktu banyak dibanding jadwal kuliah dengan dosen, apalagi mengumpulkan kelompok dengan lengkap yang notabene kebanyakan laki-laki.

Sampai pada saat setelah pemilu pun, aku pulang kampung ke Sibolga, bertemu dengan keluarga walaupun hanya selama tiga hari. Dan aku hampir melupakan semua gerakan tarian itu. Sehingga setelah kembali ke Kota Medan, tepatnya ke kampus lagi, Sari kembali mendesak jadwal latihan dilaksanakan setiap hari. 

Sesaat itu, aku jenuh, belum lagi aku harus mengerjakan tugas pembuatan sensor robot Line Followerku yang ada di UKM lain, dan pengembangan IoT (Internet of Things) yang ada di grup pembelajaran lainnya. Mungkin dulunya, perempuan hanya identik dengan hal semacam sastra, komunikasi, dan tidak untuk belajar robotik. 

***
to be continue

6 comments:

Terima Kasih telah membaca. Akan sangat dihargai jika diberi kritik dan saran juga hal menarik lainnya yang akan dibahas :)

Labels

Cerpen (37) Wacana (18) Artikel (12) Puisi (8) Drabble (7) Sad Story (7) Review Blog (3) Ulasan (3) Essay (2) Lagi Viral (2) Resensi (2) Review Film (2) Review Series (2) Tips (2) Biografi (1) Quotes (1)